‘Mbak aku punya dildo. Nonton bokep jepang pelan-pelan.. Kujambak rambut Indri hingga menjadi awut-awutan. Aku buka celana jeansnya, dia buka rokku, aku tarik T-shirtnya, dia buka blusku, aku tarik celana dalamnya dia tarik pula celana dalamku. Nampak begitu riang hatinya.Tiba-tiba dicium dan dikulumnya jari-jariku, ‘Uuhh, aku tidak tahan kalau lihat jari-jari indah gini, nggak pa-pa ya Mbaakk? Kini aku merasakan tangannya sudah mulai mengelus betisku, dan sesekali meremas atau mencubit kecil. Kedengaran seperti anak-anak minum es krim dari tempatnya, menjilat-jilat, menyedot dan melahap hingga cangkir-cangkirnya ikut termakan. Kupeluk tubuhnya, aroma parfum Indri yang pasti mahal harganya, merangsang hidungku dan mengkatrol nafsu birahiku. Sejak datang Indri terus mengamati diriku, seluruh bagian tubuhku, kakiku, betisku, pinggulku. Woowww.., aku terbakarr.. Hh.., hh, hh, hh, hh, hh.. Kalimat macam itu, walaupun aku berbunga-bunga mendengarnya, tetapi tidak lazim diucapkan dalam pertemuan pertama untuk saling berkenalan.Aku mengucapkan terima kasih kembali. Aku sendiri menjadi mabuk penuh kenikmatan. Nanti makan siang saja di sini yaa??’, aku mengajak Indri ke dapur. Kubiarkan dia. Dia ingin datang ke rumahku. Silakan saja, jawabku. ‘Kuku Mbak Mar, uh, serasi sekali sihh..’, nadanya seperti anak geregetan.
